Bambang
Ekalaya
Ketika
remaja, Pandawa dan Kurawa dididik oleh seorang Brahmana mulia dan guru utama
bagi putra raja Hastinapura yang sakti dan terkenal dengan ajian Danurwedanya
yaitu Resi Drona. Resi Drona mengajarkan berbagai ilmu kepada para siswa sesuai
dengan kemampuannya. Suatu hari para siswa di ajar untuk memanah. digantunglah sebuah apel dengan seutas tali di
dahan pohon mangga. Satu per satu para siswa diminta untuk memanah apel
tersebut. Duryudana tampil terlebih dahulu dengan gendewa di tangan dan
langsung menarik busur dan membidik anak panah ke arah apel tersebut, namun
Duryudana gagal melakukannya. Selanjutnya adalah Bima, tetapi Bima juga tidak
berhasil. Disusul dengan Arjuna, dan akhirnya Arjuna berhasil melesakkan
panahnya tepat pada sasaran. Para Pandawa berteriak bangga dan para Kurawa
menggerutu. Resi Drona berpesan bahwa konsentrasi terhadap sasaran
adalah hal utama dalam keberhasilan memanah.
Dari kejauhan ternyata ada
anak sebaya Pandawa dan Kurawa yang mengintip kegiatan mereka. Dia kagum
melihat gerak – gerik dan ucapan Resi Drona. Anak ini adalah pangeran dari
negeri seberang yang bernama Bambang Ekalaya. Dia adalah seorang ksatriya tampan yang mempunyai kemauan keras serta bakat
yang luar biasa, mantap dan gagah berani.
Dia memiliki keinginan yang kuat untuk belajar memanah, lalu dia memberanikan diri untuk menghadap dan memohon untuk bisa menjadi
murid Sang Begawan Drona. Akan tetapi Begawan Drona sudah terikat janji pada
kekuasaan di Astinapura bahwa Begawan Drona hanya akan mengajarkan ilmu
kaprajuritanya pada Pandhawa dan Kurawa saja, lalu ditolaklah permohonan
Bambang Ekalaya. Kemudian Bambang Ekalaya membuat patung perwujudan Begawan
Drona, dan sambil membayangkan bahwa patung itu adalah Begawan Drona yang
sesungguhnya maka secara otodidak dia mulai belajar memanah dan ilmu
keprajuritan lainnya. Dengan kegigihannya berlatih memanah, akhirnya Bambang
Ekalaya menjadi pemanah yang tangguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar